Politikal – Pengawasan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Gorontalo terhadap pengelolaan limbah di fasilitas kesehatan dinilai amburadul.
Hal ini terungkap setelah adanya perbedaan mencolok antara klaim resmi DLH dan kondisi nyata di Puskesmas Dumbo Raya.
Kepala Bidang Pengkajian dan Penataan Lingkungan (PPLH) DLH Kota Gorontalo, Santi Mo’o, menegaskan pihaknya rutin melakukan pengawasan terhadap puskesmas maupun rumah sakit.
Menurut dia, pemantauan dilakukan setidaknya dua kali setahun, baik untuk limbah medis padat maupun instalasi pengolahan air limbah (IPAL).
“Pengawasan kami ada dua, langsung dan tidak langsung. Minimal wajib dua kali setahun, bahkan sering lebih. Kami pastikan limbah medis disimpan di TPS dan diserahkan ke pihak berizin,” kata Santi, Selasa 23 September 2025.
Namun, pernyataan itu bertolak belakang dengan fakta di lapangan.
Abdurahman Mopangga, Administrator Ahli Kesehatan Puskesmas Dumbo Raya, justru mengungkapkan IPAL di puskesmas tersebut sudah tidak berfungsi selama empat tahun.
Alhasil, limbah cair hanya dialirkan ke septic tank.
“Kapasitas IPAL terlalu besar dibanding volume limbah cair. Jadi, pengolahan air limbah tidak berjalan. Sudah empat tahun tidak berfungsi,” ujarnya, Kamis,18 September 2025.
Tak hanya itu, limbah padat medis di puskesmas hanya disimpan di gudang biasa sebelum diangkut ke Dinas Kesehatan, bukan di tempat penyimpanan khusus sebagaimana diwajibkan regulasi.
“Seharusnya memang ada tempat khusus, tetapi sekarang masih pakai gudang,” tambahnya.
Kondisi ini menimbulkan pertanyaan publik terkait efektivitas pengawasan DLH.
Pasalnya, DLH mengaku sudah mengawasi TPS limbah medis dan IPAL sesuai aturan, namun kenyataan menunjukkan standar teknis justru diabaikan.
Padahal, aturan jelas mengatur kewajiban pengelolaan limbah medis.
Permenkes Nomor 18 Tahun 2020 mengharuskan pemilahan sejak sumber, penyimpanan khusus, hingga pemusnahan limbah B3.
Sementara PP Nomor 101 Tahun 2014 menegaskan setiap penghasil limbah B3 wajib mencegah pencemaran lingkungan dan risiko kesehatan.